
Minggu malam, semua relawan calon penumpang Mavi Marmara berkumpul di depan kantor IHH daerah Fatih. Rame banget diantara keremangan malam. Sudah larut malah, berhubung gelap mulai turun di Turki pukul 20.30 waktu setempat. Tapi sepertinya semua enjoy dengan kemeriahan suasana sehingga "lupa waktu".
Baru pukul 11-an malam bus yang sedianya mengantar kami ke Antalya dikabarkan sudah datang. itu pun tidak bisa parkir dekat kantor IHH karena jalan yang sempit tidak sesuai dengan besar bus. Jadi terpaksa kami berjalan menuju lokasi bus parkir di area Yesil park (Taman Hijau). Walau tidak jauh, hanya sekitar 400 meter, tapi barang bawaan yang dibawa oleh relawan cukup merepotkan juga. Bayangin aja, gw yang udah wanti-wanti ke temen-temen dari Indonesia supaya bawa barang secukupnya, jadi bengong ngeliat bawaan mereka yang rata-rata 2 atau 3 tas besar. Sambil bergurau ke serombongan relawan Spanyol yang kepayahan memikul dan menggendong tas mereka, gw bilang,"If nobody knows we're heading to Gaza by sea, surely they will think we are mount climber!" Sumpah, pemandangan malam itu lebih mirip serombongan pendaki gunung dibanding pelaut.
Menjelang tengah malam, baru lah bis bergerak meninggalkan Yesil Park. Menyusuri jalanan Istanbul, memamerkan keindahan kota tuanya dan mesjid-mesjid megah, sungguh sayang untuk dilewatkan. Sialnya, mata udah beraaaat banget. Tanpa basa-basi dengan penumpang yang duduk di sebelah, gw pulas tertidur.
Kirain bus akan berhenti untuk sholat subuh, eh ternyata sopir tancap gas terus. Karena enaknya tidur, apalagi kedinginan karena AC bus yang cukup kencang, gw baru kaget terbangun buat sholat jam 5 lewat. Orang sebelah gw malah masih pules. Apalagi rombongan "London Gank" di barisan belakang yang sampai aku menjelang pules masih terdengar riuh membincangkan pengalaman mereka di konvoi awal tahun lalu.
Jam 7 pagi bus akhirnya menepi untuk memberi kesempatan para penumpangnya sarapan pagi. Setelah membasuh muka dengan air sedingin es, gw bergegas nyari temen-temen dari MER-C untuk sarapan. Saat bertemu dengan rombongan lain, terdengar celetukan, "Kita makan dibayarin ga nih sama IHH?" sambil lewat gw cuma nyengir tersenyum kecut. Halah, bang...Orang IHH itu udah segitu repotnya mengatur perjalanan kita semua, masak sekedar bayar sarapan buat perut sendiri aja masih nodong..?
Di kafetaria itu, menu disajikan ala kantin. Gw milih sup, keju putih (jibna) dan telur rebus untuk mengisi perut. Zaitun apalagi yang item, udah enggak bakalan ditoleh. Asinnya minta ampun, itu yang ngga bisa ditolerir. Roti tentu, nggak berharap nemui nasi di Turki. Kopi sebagai penghangat walau ukurannya buat gw sangat kecil. Murah, hanya 5 lira (sekitar 30 ribu rupiah).
Selesai sarapan pagi, perjalanan berlanjut lagi. Menurut sopir, kali ini kita tidak akan berhenti lagi kecuali kalo terpaksa ada yang kebelet pipis. Dan itu masih 6 jam perjalanan. Busyet, dengan model jalanan antar negara yang sepi begini dimana bus bisa digeber sampai 140 km/jam berarti masih 700-an kilometer sebelum sampai Antalya.
Singkat cerita, kami tiba di Antalya jam 1 siang. Bus berhenti di depan sebuah Sport Hall yang kemudian gw ketahui bernama Kepez. Gw bersyukur panitia mengumpulkan peserta di hall, bukan losmen atau hotel. Buat relawan, apalagi banyak yang berkocek tipis, tentu hal ini sangat berarti.
Dan menurut jadwal kami akan menunggu kedatangan Mavi Marmara berlabuh di pelabuhan Antalya hingga dua hari ke depan.