Rabu, 30 Juni 2010

To Antalya - bagian 5


Minggu malam, semua relawan calon penumpang Mavi Marmara berkumpul di depan kantor IHH daerah Fatih. Rame banget diantara keremangan malam. Sudah larut malah, berhubung gelap mulai turun di Turki pukul 20.30 waktu setempat. Tapi sepertinya semua enjoy dengan kemeriahan suasana sehingga "lupa waktu".

Baru pukul 11-an malam bus yang sedianya mengantar kami ke Antalya dikabarkan sudah datang. itu pun tidak bisa parkir dekat kantor IHH karena jalan yang sempit tidak sesuai dengan besar bus. Jadi terpaksa kami berjalan menuju lokasi bus parkir di area Yesil park (Taman Hijau). Walau tidak jauh, hanya sekitar 400 meter, tapi barang bawaan yang dibawa oleh relawan cukup merepotkan juga. Bayangin aja, gw yang udah wanti-wanti ke temen-temen dari Indonesia supaya bawa barang secukupnya, jadi bengong ngeliat bawaan mereka yang rata-rata 2 atau 3 tas besar. Sambil bergurau ke serombongan relawan Spanyol yang kepayahan memikul dan menggendong tas mereka, gw bilang,"If nobody knows we're heading to Gaza by sea, surely they will think we are mount climber!" Sumpah, pemandangan malam itu lebih mirip serombongan pendaki gunung dibanding pelaut.

Menjelang tengah malam, baru lah bis bergerak meninggalkan Yesil Park. Menyusuri jalanan Istanbul, memamerkan keindahan kota tuanya dan mesjid-mesjid megah, sungguh sayang untuk dilewatkan. Sialnya, mata udah beraaaat banget. Tanpa basa-basi dengan penumpang yang duduk di sebelah, gw pulas tertidur.

Kirain bus akan berhenti untuk sholat subuh, eh ternyata sopir tancap gas terus. Karena enaknya tidur, apalagi kedinginan karena AC bus yang cukup kencang, gw baru kaget terbangun buat sholat jam 5 lewat. Orang sebelah gw malah masih pules. Apalagi rombongan "London Gank" di barisan belakang yang sampai aku menjelang pules masih terdengar riuh membincangkan pengalaman mereka di konvoi awal tahun lalu.

Jam 7 pagi bus akhirnya menepi untuk memberi kesempatan para penumpangnya sarapan pagi. Setelah membasuh muka dengan air sedingin es, gw bergegas nyari temen-temen dari MER-C untuk sarapan. Saat bertemu dengan rombongan lain, terdengar celetukan, "Kita makan dibayarin ga nih sama IHH?" sambil lewat gw cuma nyengir tersenyum kecut. Halah, bang...Orang IHH itu udah segitu repotnya mengatur perjalanan kita semua, masak sekedar bayar sarapan buat perut sendiri aja masih nodong..?

Di kafetaria itu, menu disajikan ala kantin. Gw milih sup, keju putih (jibna) dan telur rebus untuk mengisi perut. Zaitun apalagi yang item, udah enggak bakalan ditoleh. Asinnya minta ampun, itu yang ngga bisa ditolerir. Roti tentu, nggak berharap nemui nasi di Turki. Kopi sebagai penghangat walau ukurannya buat gw sangat kecil. Murah, hanya 5 lira (sekitar 30 ribu rupiah).

Selesai sarapan pagi, perjalanan berlanjut lagi. Menurut sopir, kali ini kita tidak akan berhenti lagi kecuali kalo terpaksa ada yang kebelet pipis. Dan itu masih 6 jam perjalanan. Busyet, dengan model jalanan antar negara yang sepi begini dimana bus bisa digeber sampai 140 km/jam berarti masih 700-an kilometer sebelum sampai Antalya.

Singkat cerita, kami tiba di Antalya jam 1 siang. Bus berhenti di depan sebuah Sport Hall yang kemudian gw ketahui bernama Kepez. Gw bersyukur panitia mengumpulkan peserta di hall, bukan losmen atau hotel. Buat relawan, apalagi banyak yang berkocek tipis, tentu hal ini sangat berarti.

Dan menurut jadwal kami akan menunggu kedatangan Mavi Marmara berlabuh di pelabuhan Antalya hingga dua hari ke depan.

Minggu, 13 Juni 2010

Last day Istanbul - bagian 4


Setelah melepas keberangkatan Mavi Marmara, masih ada sehari lagi di Istanbul sebelum kami akan menyusulnya. Mavi Marmara memang menyusuri Laut Marmara lewat Selat Bophorus sebelum nanti menunggu kami di Laut Mediterran. Kebanyakan relawan akan ke Antalya, kota pelabuhan Mavi Marmara akan sandar, dengan bus sebagian lagi yg punya dana lebih menggunakan pesawat.

Jadinya Minggu pagi, dalam udara yang masih dingin menurut gw yang biasa berpanas-panasn, dengan kamera gw coba berkeliling nyari objek yang layak foto. Gaya gw udah kaya tukang foto keliling aja waktu itu. Bayangin aja sendiri, jaket windbreaker, sendal gunung, kacamata item, kamera SLR, nggak pas banget dengan suasana yang menurut orang lokal udah mulai panas. Tapi emang gw pikirin, yang penting kan cari objek foto...

Maka jadilah tuh SLR sasaran eksplorasi gw, secara gw juga baru beberapa bulan bulan megang kamera hi-tech. Teori sih sering baca, praktek masih pake semi-pro ato malah kadang pocket camera. Ada patung penaklukan Istanbul oleh Sultan Fatih, saluran air yang awalnya gw kira jembatan, mesjid (ini yang paling spektakuler dari sisi arsitektur), dan sekumpulan orang lokal yang lagi asik ngerumpi sambil ngopi. Dan kayanya mereka ga keberatan difoto oleh turis kaya gw.

Sayangnya ga banyak orang sini yang bisa bahasa Inggris, jadi gw susah nyari arah atao kalo mo pergi lebih jauh. Paling asik sih naik bus umum, murah meriah. Tapi karena kagak tau rutenya, nggak pegang peta Istanbul, plus kagak mau jauh-jauh dari hotel, yah akhirnya cuma muter-muter doang.

Oh ya, udah gw ceritain sebelumnya tentang daylight saving. Jadi karena asik muter, nggak sadar udah jam 7 pm. Terang bener, nggak ada tanda matahari tenggelam. Kl nggak liat jam mah mikirnya masih jam 3 sore.

Jadi setelah capek, gw nelpon ke temen2 yang lagi di hotel untuk janjian makan malem di saat masih terang di resto dekat hotel. menu favorit kami sama, NASI. whatever rekomendasi pelayan di resto yang kami masuki, pertanyaan pertama, ada nasi apa enggak. Roti mah tambahan kalo masih laper, dan biasanya kami jarang bisa menghabiskan satu porsi sendirian. Beli satu porsi untuk berdua. Lauknya biasanya milih daging atau ayam, yang sering ada. Jangan nyari tempe, tahu, telor, atau menu warteg lain disini. Ngimpi...!

Well, kami harus mengisi perut dengan layak karena malam nanti kami akan berangkat menuju Antalya dengan bus bersama dengan rombongan relawan lain.

Kamis, 10 Juni 2010

Mavi Marmara - bagian 3


Walau sudah diberitahu oleh pihak IHH tanggal akan diadakannya konferensi pers sambil melepas keberangkatan kapal, kami tetap penasaran dengan rupa sesugguhnya dari kapal itu. Apalagi M. Yasin, kameraman TVOne yang emang disisipkan MER-C dalam misi kali ini. Yasin berkeras pergi karena memang dia butuh bahan liputan untuk dikirim ke Jakarta. Akhirnya dengan nekad dan meminta salah seorang panitia, kami mencegat taksi dan meminta si petugas berbicara dengan sopir untuk mengantar kami ke pelabuhan tempat Mavi Marmara sandar. Maklum, tak ada satupun dari kami yang bisa bahasa Turki. Turut juga dalam taksi kami, Alex, relawan asal Inggris.

Hanya perlu waktu 10 menit menembus keramaian lalu-lintas Istanbul untuk mencapai Port Istanbul. Sang sopir dalam perjalanan mengajak bicara. Tapi dia tak bisa berbahasa Inggris. "Kalam Arabi?"tanyaku. Eh, dia ngangguk. Untung diantara kami ada Abdillah yang bisa bahasa Arab."Dil, ambil alih.."

Mavi Marmara berarti Marmara Biru. Marmara adalah laut tempat si Kapal berada, yang berada di Utara Istanbul menghubungkan dengan Selat Bophorus. Ukurannya sebesar kapal ferry Merak - Bakauheni berlantai 5. Kapal itu tampak anggun karena diseluruh badannya terpasang bendera-bendera kecil negara-negara yang ikut dalam perjalanan ini. Di lambung kiri kapal bahkan melekat tulisan dalam 3 bahasa; Turki, Inggris dan Arab yang berarti Kapal ini adalah kapal kemanusiaan. Memang untuk misi menembus Gaza kali ini, tema yang diusung IHH adalah Palestine Our Route, Human Aid Our Load.

Ada beberapa wartawan yang juga berada di dermaga. Setelah berkenalan dengan mereka ternyata mereka berasal dari Spanyol. Semuanya wanita. Yang paling menonjol adalah Wasima, bukan karena kecantikannya. Tapi kemampuannya dalam berbahasa. Setidaknya wanita kelahiran Maroko ini menguasai 5 bahasa!

Yasin sudah mulai sibuk mengeluarkan peralatannya. Dengan kameranya ia mengambil gambar kapal tersebut dari berbagai sudut. Gw sendiri juga sibuk jadi Mat Kodak dengan SLR yang gw bawa. Sayang, kami nggak diperkenankan masuk karena kapal sendiri sedang menjalani pemeriksaan akhir sebelum berangkat.

Setelah 15 menit kami kembali ke hotel karena Yasin akan menirim rekaman gambarnya ke Jakarta.

Kesokan harinya, Sabtu 23/5, dengan dihantar ribuan simpatisan masyarakat Turki dan calon penumpangnya, Mavi Marmara mengangkat jangkar menuju Antalya di Selatan Turki. Tidak kurang 3000 orang hadir dalam acara yang diliput oleh puluhan media cetak dan elektronik dalam dan luar Turki. Kali ini di sisi kapal juga terpasang dua buah banner besar bertuliskan nama 2 orang staff mereka yang meninggal akibat kecelakaan pesawat terbang di Afganistan.

Suasana hujan yang sempat mengguyur dan dinginnya udara (laporan cuaca di Balckberry menunjukkan angka 17 derajat Celcius siang itu) tidak mengurangi animo masyarakat yang hadir.

Karena banyaknya kata sambutan yang diberikan, akhirnya Mavi Marmara baru berangkat menjeang jam 3 sore hari waktu Turki. Selamat jalan Mavi Marmara, kami menunggumu di Antalya.

Rabu, 09 Juni 2010

istanbul, Turkey - bagian 2

Sampe di Istanbul jam 3 siang hari Kamis.

Selama seminggu di Jakarta, salah satu yg gw pantau adalah cuaca di daerah yang mau dilewati. Penting banget biar ga salah kostum..dan kesimpulan gw ke tim cuaca di Mediterran saat itu sudah mulai musim semi dengan suhu berkisar antara 21 - 28 derajat Celcius. Jadi disarankan bawa baju yang tidak terlalu tebal karena suhu mulai menghangat.

Hangat dari Hongkong kata salah satu anggota, ini mah masih kaya di Puncak ademnya. Gw cuma melongo. Gw yang salah baca perkiraan cuaca atau emang cuaca yang berubah-ubah dengan cepat? Apalagi kata orang yang njemput, beberapa hari kemarin Istanbul hujan turun sangat deras? What? Spring shower...? Cilaka deh..

Tambah seru lagi dengan adanya daily light saving. Walhasil bukan cuma jetlag yang klami rasakan tapi juga buta waktu. Matahari bukan patokan terbaik untuk ditanya. Nggak bakalan percaya udah jam 8 malam kalo nggak ngeliat jam. Mataharinya lagi mulai turun kaya jam 4 sore. Jadi kami sholat maghrib jam 20.30 dan makan malam jam 22.00 waktu setempat. Syukurlah sebagai musafir diberi kemudahan untuk jamak sholat. Jadi nggak kepikiran sholat isya jam 22.40-an

Jangan bayangin selama nunggu berangkat dengan kapal gw dan tim jalan-jalan yah. Gw pribadi sih nggak suka ketika misi trus kesisipan kegiatan wisata. Kalo sekedar moto-moto objek yang gw lewatin ya karena gw bawa kamera. Tapi kalo sampe niat mau ke Istana Topkapi misalnya, ga kepikiran tuh.

Bareng sama orang lain dan LSM lain kita langsung nimbrung di IHH, lembaga kemanusiaan dan hak asasi terbesar di Turki, yang punya kapal yang akan kami naiki. By the way, karena pengumpulan dana untuk beli kapal di tanah air ga nyampe buat beli kapal sendiri, jadinya duit yang ada kami jadiin bahan patungan dengan IHH.

Seneng banget selama di Istanbul gw ketemu sama relawan dari berbagai negara. bahkan banyak dari mereka yang rupanya "alumni" Lifeline to Gaza bulan Desember 2009 kemarin. Ada juga yang sudah mengikuti sejak perjalanan ke-3. Rata-rata dari daratan Eropa menggunakan truk datang ke Turki sambil memuat bantuan yang bisa mereka kumpulkan di negara masing-masing. Ga kebayang serunya travelling antar negara dengan darat. Perlu 5 hari katanya dari Inggris ke Turki, pake nyebrang dari Yunani pula.

Sampe kemudian dapat tanggal kapan kapal yang nanti akan kami naiki akan mulai angkat jangkar. Menurut mBak Upik sih kapalnya bagus banget, kaya kapal ferry gedenya. Batin gw asal jangan getek Jaka Tingkir juga udah syukur.

awalnya - bagian 1

Sejujurnya itu memang yg gw rasain. Misi ke Gaza adalah misi semua orang, semua relawan MER-C berhak untuk ikut pergi ke Gaza. Tentunya setelah tahu betul segala resikonya.

Pun untuk kali ini, gw nggak ngoyo minta pergi lagi. Apa yang gw bisa kerjain buat support temen2 yg berangkat ya gw kerjain. Apa lagi misi kali ini menggunakan kapal, padahal seinget gw belum pernah tuh MER-C naik kapal lagi setelah misi Ambon usai.

Jadinya gw sibuk persiapan untuk logistik "basah". Nyari lifejacket, survival tool, latihan ngambang dengan lifejacket, nyiapin kostum yang cocok dengan kondisi medan, nyiapin dry bag buat nyimpen barang, termasuk (akhirnya) kudu beli Blackberry untuk menjamin komunikasi tim selama di lapangan. Prinsipnya seringkes mungkin, karena kali ini relawan yang berangkat akan lebih sering membawa perlengkapan sendiri, jadinya jangan sampe keberatan.

Sampe kemudian beberapa nama yang sudah duluan masuk daftar tidak jadi berangkat, sibuk deh nyari lagi yang "pas". Singkat cerita pertanyaan itu datang, "Bang Arip berangkat yah..?" "Lha, gw mah ayuk aja..."jawabku siap. Padahal, gw belon nanya ortu ma istri di rumah. Cerita kalo ada kemungkinan gw berangkat lagi aja kagak.

Maka jadilah gw nyiapin perlengkapan pribadi dalam 2 hari.

Rabu malam semua tim berkumpul di bandara Soetta, Cengkareng. Lima orang, yang satu sebagai Ketua tim sudah terbang duluan hari Senin untuk koordinasi dengan pihak IHH sebagai pemilik kapal. Setelah konferensi pers di lobby, jam 23.05 kami berempat masuk ke ruang boarding menunggu take off. Ngga usah diceritakan suasana perpisahan yang terjadi. Emosional dah, apalagi yang dua orang emang bakal tinggal lama untuk ngawal program pembangunan RS di Gaza.


Minggu, 06 Juni 2010

Kami Kembali

Alhamdulillah, alhamdulillah, tsumma alhamdulillah

Ungkapan syukur kami tidak akan pernah cukup untuk membalas seluruh kemurahan Allah yang telah menyelamatkan kami dari lubang jarum di sebuah kapal bernama Mavi Marmara di tengah perairan Mediterranian.

InsyaAllah, gw akan menuturkan apa yg gw alami buat temen2 semua, yang jelas berseri. Karena ini udah gw ketik di laptop sampe 7 halaman, tapi baru seperempat dari apa yang gw dan relawan lain alami.

semoga apa yang gw alami semakin menambah semangat gw untuk membantu orang lain, menjadikan informasi buat yg lain untuk mengetahui kebenaran sejati dari kebencian Zionis terhadap dunia, dan ketakutan mereka terhadap kebenaran.