
Satu-satunya kelemahan GOR Kepez adalah kamar mandi. Maklum saja, disini para pemain
biasa mandi dalam ruang ganti dimana kamar mandi mereka berupa shower tanpa sekat. Tentu risih dan tidak nyaman bagi semua relawan yang kebanyakan muslim. Ma
ka jadilah kamar mandi sebagai ajang blokade baru. Walau rata-rata setiap kamar ganti memiliki 6 shower, tapi tetap kami harus mandi satu per satu karena kamar mandi dikunci dari dalam.
Untung juga waktu itu musim semi masih cukup dingin, jadi banyak diantara kami menganggap wudhu sebelum sholat cukup untuk menggantikan mandi rutin.
Di Kepez ini suasana persaudaraan terbina. Semua saling berbagi dan semua ingin membantu.

Yang mudaj menolong yang tua, yang tua mengasihi dan membimbing yang muda dengan nasehat. Tidur satu lantai dengan sleeping bag, makan mengantri dari meja yang sama disediakan panitia. Sungguh, nyamannya kebersamaan membuat rasa pegal akibat tidur di lantai dan dinginnya udara hilang tak terasa.
Delegasi Indonesia cukup mendapat perhatian disini. Bergabung bersama delegasi Malaysia, jumlah kami 24 total, cukup besar untuk menunjukkan keunikan tersendiri. Ada yang pake sarung, pake peci. Satu yang membedakan, di antara semua relawan, hanya satu orang yang tidak tidur menggunakan sleeping bag. Gw bangga tidur di hammock. Tempat tidur gantung ini efektif gw ikat di antara tiang-tiang yang ada. Hasilnya gw punya tempat eksklusif.
Sudah lewat 2 hari tapi panitia masih belum memberitahukan kapan kami akan berkemas menuju Mavi Marmara. Baru pada hari ketiga, dalam jumpa pers, mereka menyebutkan misi dari kegiatan kemanusiaan ini dan ternyata keberangkatan ditunda karena menunggu kedatangan kapal lain menuju check point yang telah disepakati. Saat itu setidaknya ada 8 kapal yang akan tergabung dalam Flotilla to Gaza, nama resmi pelayaran relawan ini. Tiga kapal dari Turki, dan sisanya dari berbagai negara seperti Swedia, Yunani, Uni Eropa dan Irlandia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar